Langsung ke konten utama

Pare dan Secuil Cerita Parevolutioin

Melanjutkan libur jumat agung serta paskah, saya memilih menetap untuk beberapa hari di kampung halaman. Kebetulan juga minggu kemarin parevolution menggelar hero of the day 2017 yang membuat saya semakin ingin berlama-lama berada di sana. Singkat cerita Gigs tahunan ini merupakan hajat untuk release album bertajuk against the failure dari One Last Stand.
Pukul 3 sore saya datang ke venue (Mbunglon Autobody & Repair). Usai memparkir motor, saya disambut dengan celetukan dedengkot metal bawah tanah Mas Aris, Mas casper, dan Mas Fahmi dari both lapakan.
“iki loh, arek sekoto seng ndek FB lu gue lu gue-an!”
“mentang-mentang di jogja wes ngono kuwi!”
Celetuk Mas Aris sembari memasang muka kecut pada saya.
Maklum saja, saya juga termasuk korban lingkungan sosial, dimana pasti akan ada budaya yang secara tidak langsung masuk ke dalam keseharian kita.
Sambutan nyinyir Mas Aris, semakin membuat saya merasa benar-benar berada di rumah.
Dari lapakan tersebut saya melihat berbagai macam barang dagangan yang dijajakan. Mulai dari CD, Kaset pita, kaos hingga patch band-band cadas. Tetapi di sela-sela saya melirik lapakan tersebut, Mas Fahmi menawarkan zine.
“iki loh zine-ne pare”
Jujur saya sedikit terkejut karena saya sendiri baru ngeh, kalau ternyata pare punya zine! Iya bisa dibilang kalau saja saya sedikit norak, atau mungkin benar-benar norak. Tawaran Mas Fahmi telah meluluhkan hati dan membuat saya mengabaikan barisan patch di lapakan.
Ada dua zine yang dijual saat itu parerasaZine dan parevolution zine. Tertulis banyak nama Fahmi di bagian depan zine, yang membuat saya berani menyimpulkan zine ini sepenuhnya buatan Mas Fahmi.
Dari lapakan saya menuju tiket box, HTM 10.000 plus dapat kaset promo dari band Invigorate! Shit! murah gila! Begitu memasuki venue saya sedikit merasa asing, karena saya tidak mengenali kebanyakan orang di sana. Asing di rumah sendiri, ya kalimat itu sering terucap apalagi semenjak saya harus merantau di kota orang, Yogyakarta. Lucunya , kalimat itu tidak hanya keluar dari saya saja. Ada Mas Yogi, kenalan saya sedari  bangku SMP yang ternyata juga datang jauh-jauh dari Bali, juga mengatakan hal yang sama.
Sedikit cerita tentang Venue ini sendiri, tempat reparasi ini sangat-sangat keren untuk dijadikan ajang gigs! Kesederhanaan tempat ini mewakili kemandirian dari pemuda-pemuda pare. Kecil ? Tidak, saya lebih memilih untuk mengatakan kalau tempat ini lebih dari cukup. Cahaya senja masuk lewat celah-celah angin di tembok, memberi kesan mewah untuk tempat ini. Sekilas terlihat seperti gudang tapi bagi saya pribadi, ini gudang kemandirian yang mewah.
Semoga di waktu mendatang ada kesempatan untuk berbincang dengan pemilik Mbunglon Autobody & Repair.
2-3 band telah tampil di panggung, tapi sayangnya saya tidak bisa mengikuti acara dari awal sampai selesai, dikarenakan kebutuhan spiritual, saya bergegas untuk mengikuti ibadah paskah di gereja.
Seusai ibadah, saya kembali lagi ke venue. Saya masuk tanpa pemeriksaan tiket, mungkin karena tiket sendiri sudah sold out. Ketika masuk ke dalam venue, saya sudah disuguhi tarian ala-ala hardcore di tengah moshpit. Ya sedikit terganggu, walaupun saya percaya setiap orang punya caranya masing-masing untuk mengekspresikan musik yang sedang mengalun. Tapi tetap saja saya merasa risih.
NP : Milisi Kecoa – Usir Para Jagoan.
Yap, akhirnya acara ditutup dengan penampilan One Last Stand dipenghujung acara. Congrats! untuk kelahiran buah hati pertama dari OLS! Semangat terus berkarya dan membangkang!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Sebelum Iblis Menjemput (2018)

Sebelum Iblis Menjemput (2018). Berawal dari rekomendasi teman, akhirnya saya memutuskan untuk menonton film ini bersama teman group whatsapp yang sengaja saya bentuk untuk menonton film di bioskop, karena jujur saja menemukan orang dengan selera film yang kurang lebih sama merupakan hal yang cukup sulit untuk saya.            Sebetulnya rekomendasi ini datang dari teman-teman produksi saya yang kebetulan lebih dulu menonton, dan   beberapa ulasan dari mereka bikin saya semakin penasaran dengan apa yang akan Timo Tjahjanto suguhkan di film horrornya ini.

Review Buffalo Boys (2018)

Penantian selama 5 bulan untuk menyaksikan film ini akhirnya terbayar kemarin malam. Padahal ingin sekali menonton pada hari pertama masuknya buffalo boys di bisokop. Namun ya sudahlah ya..

Review Cek Toko Sebelah (2016)

Selamat Natal dan Tahun Baru 2018! Sudah beberapa lama kita tidak bersua. Hai diriku yang pemalas! Jadi liburan kali ini, saya pulang ke pare, menikmati kehampaan sinyal internet, serta keterbatasan kuota.